BATUAN PIROKLASTIK
Batuan piroklastik adalah suatu batuan yang berasal dari letusan gunungapi, sehingga merupakan hasil pembatuan daripada bahan hamburan atau pecahan magma yang dilontarkan dari dalam bumi ke permukaan. Itulah sebabnya dinamakan sebagai piroklastika, yang berasal dari kata pyro berarti api (magma yang dihamburkan ke permukaan hampir selalu membara, berpendar atau berapi), danclast artinya fragmen, pecahan atau klastika. Dengan demikian, pada prinsipnya batuan piroklastika adalah batuan beku luar yang bertekstur klastika. Hanya saja pada proses pengendapan, batuan piroklastika ini mengikuti hukum-hukum di dalam proses pembentukan batuan sedimen. Misalnya diangkut oleh angin atau air dan membentuk struktur-struktur sedimen, sehingga kenampakan fisik secara keseluruhan batuannya seperti batuan sedimen. Pada kenyataannya, setelah menjadi batuan, tidak selalu mudah untuk menyatakan apakah batuan itu sebagai hasil kegiatan langsung dari suatu letusan gunungapi (sebagai endapan primer piroklastika), atau sudah mengalami pengerjaan kembali (reworking) sehingga secara genetik dimasukkan sebagai endapan sekunder piroklastika atau endapan epiklastika. Berdasarkan ukuran butir klastikanya, sebagai bahan lepas (endapan) dan setelah menjadi batuan piroklastika, penamaannya seperti pada Tabel 3.6.
Bom gunungapi adalah klastika batuan gunungapi yang mempunyai struktur-struktur pendinginan yang terjadi pada saat magma dilontarkan dan membeku secara cepat di udara atau air dan di permukaan bumi. Salah satu struktur yang sangat khas adalah struktur kerak roti (bread crust structure). Bom ini pada umumnya mempunyai bentuk membulat, tetapi hal ini sangat tergantung dari keenceran magma pada saat dilontarkan. Semakin encer magma yang dilontarkan, maka material itu juga terpengaruh efek puntiran pada saat dilontarkan, sehingga bentuknya dapat bervariasi. Selain itu, karena adanya pengeluaran gas dari dalam material magmatik panas tersebut serta pendinginan yang sangat cepat maka pada bom gunungapi juga terbentuk struktur vesikuler serta tekstur gelasan dan kasar pada permukaannya. Bom gunungapi berstruktur vesikuler di dalamnya berserat kaca dan sifatnya ringan disebut batuapung (pumice). Batuapung ini umumnya berwarna putih terang atau kekuningan, tetapi ada juga yang merah daging dan bahkan coklat sampai hitam. Batuapung umumnya dihasilkan oleh letusan besar atau kuat suatu gunungapi dengan magma berkomposisi asam hingga menengah, serta relatif kental. Bom gunungapi yang juga berstruktur vesikuler tetapi di dalamnya tidak terdapat serat kaca, bentuk lubang melingkar, elip atau seperti rumah lebah disebut skoria (scoria). Bom gunungapi jenis ini warnanya merah, coklat sampai hitam, sifatnya lebih berat daripada batuapung dan dihasilkan oleh letusan gunungapi lemah berkomposisi basa serta relatif encer. Bom gunungapi berwarna hitam, struktur masif, sangat khas bertekstur gelasan, kilap kaca, permukaan halus, pecahan konkoidal (seperti botol pecah) dinamakanobsidian. Blok atau bongkah gunungapi dapat merupakan bom gunungapi yang bentuknya meruncing, permukaan halus gelasan sampai hipokristalin dan tidak terlihat adanya struktur-struktur pendinginan. Dengan demikian blok dapat merupakan pecahan daripada bom gunungapi, yang hancur pada saat jatuh di permukaan tanah/batu. Bom dan blok gunungapi yang berasal dari pendinginan magma secara langsung tersebut disebut bahan magmatik primer, material esensial atau juvenile). Blok juga dapat berasal dari pecahan batuan dinding (batuan gunungapi yang telah terbentuk lebih dulu, sering disebut bahan aksesori), atau fragmen non-gunungapi yang ikut terlontar pada saat letusan (bahan aksidental).
“Batuan – batuan piroklastik adalah batuan yang dihasilkan oleh proses litifikasi bahan – bahan lepas yang dilemparkan dari pusat vulkanik selama erupsi yang bersifat explosif. Bahan tersebut jatuh kemudian mengalami litifikasi baik sebelum di transport maupun “reworking” oleh media air atau es”.
Batuan piroklastik adalah batuan yang tersusun atas fragmen – fragmen hasil erupsi vulkanik secara explosive, Williams, Turner and Guilbert (1954).
Menurut Heinrich (1956), batuan piroklastik terdiri atas bahan rombakan yang diletuskan dari lubang vulkanik, diangkut melalui udara sebagai bahan maupun awan pijar, kemudian diendapkan di atas tanah yang dalam kondisi kering ata dalam tubuh air. Fisher (1961) lihat Carozi (1975), mengartikan batuan piroklastik sebagai bagian dari batuan vulkanoklastik.
Pembagian bahan-bahan piroklastik
Pembagian bahan-bahan piroklastik yang berikut didasarkan atas macam proses-proses yang dialaminya sejak pelemparan dari pusat erupsi. Bahan-bahan piroklastik dapat terjadi dalam 6 cara sebagai berikut :
Tipe I : Bahan-bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat vulkanik jatuh langsung ke darat yang kering melalui udara saja. Jikalau bahan tersebut jatuh pada lereng kerucut gunung api yang curam, maka dapat terjad pergerakan yang disebabkan oleh gravitasi (misalnya longsor “avalanche”). Onggokan dari jatuhan piroklastik tersebut kalau mengalami litifikasi akan menghasilkan batuan beku vulkanik “fragmental”.
Tipe II : Bahan-bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat vulkanik, diangkut ketempat pengendapan di dalam medium gas yang dihasilkan dari magma sendiri : maksudnya bahan-bahan piroklastik tersebut di bawa oleh mekanisme-mekanisme “glowing avalanche” atau aliran abu.
Tipe III : Bahan-bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat vulkanik yang dapat terletak di bawah muka laut/danau atau didarat, jatuh langsung ke dalam air tenang. Bahan-bahan tersebut tidak bercampur dengan bahan-bahan yang bukan bahan piroklastik dan juga tidak mengalami “reworking”.
Tipe IV : Bahan-bahan piroklastik setelah dikeluarkan dari pusat vulkanik (baik di darat maupun di bawah muka laut/danau) jatuh langsung melalui air yang aktif. Sebelum mengalami litifikasi, bahan-bahan tersebut mengalami “reworking” dan dapat bercampur dengan bahan yang bukan bahan piroklastik.
Tipe V : Bahan-bahan piroklastik yang telah jatuh, kemudian sebelum litifikasi dia diangkut dan kemudian diendapkan kembali di tempat lain oleh air (misal aliran lumpur/lahar, sungai dll).
Tipe VI : Bahan-bahan piroklasik yang jatuh ke bawah mengalami litifikasi, kemudian mengalami pelapukan dan tererosi, selanjutnya di angkut dan diendapkan kembali ditempat lain.
0 komentar:
Posting Komentar